Perlu Diatur Standar Mutu dalam Implementasi Kurikulum MBKM Khususnya di Tingkat PTMA

um-palembang.ac.id – Kendala utama implementasi MBKM sebagaimana yang dirasakan oleh prodi utamanya perguruan tiggi swasta (PTS) sebagai pelaksana pilot project di tahun ini misalnya mekanisme kerjasama prodi dengan mitra baik perguruan tinggi lain atau dunia industri, Pertukaran Pelajar, Kerjasama Internasional dan seterusnya. Tetapi Bagi Perguruan Tinggi Muhammadiyah & Aisyiah (PTMA) tidak menjadi persoalan besar karena jumlah PTMA yang banyak dan jika dikoordinir oleh Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah. Akan lebih mudah dalam meng-implementasikan kebijkan kampus merdeka dengan berbagai Indikator kinerja utamanya (IKU).

Namun demikian dalam prakteknya perlu juga ada beberapa regulasi yang sama diantara PTMA, pengaturan antara lain : 1. Perlu diatur standar mutu implementasi kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) khususnya di tingkat PTMA., 2. Memiliki regulasi yang jelas dalam pelaksanaan MBKM., 3. Adanya kesepakatan diantara pimpinan PTMA dalam hal pembiayaan penyelenggaraan MBKM., dan 4. Penyelenggaraan kerjasama internal (antar PTMA) dan eksternal dengan Perguruan Tinggi Negeri bahkan Perguruan Tinggi Asing, yang koordinatif.

Hal tersebut, disampaikan Rektor Universitas Muhammadiyah Palembang Dr. Abid Djazuli, S.E., M.M., saat menjadi narasumber dalam Kuliah Umum “Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka Ditengah Pandemi” yang diselenggarakan Lembaga Penjamin Mutu Universitas Muhammadiyah Palembang secara virtual, Selasa (13/7/2021).

Drs. H . Jazim Ahmad. M.Pd., Rektor Universitas Muhammadiyah Metro Lampung, dan Sri Fitria Retnawaty, S.Si., M.T., Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Riau, turut menjadi narasumber dalam Kuliah Umum “Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka Ditengah Pandemi” yang turut di moderatori Wakil Rektor III Universitas Muhammadiyah Palembang Dr. Ir. Mukhtarudin Muchsiri, M.P., tersebut.

Dr. Abid Djazuli, S.E., M.M., menjelaskan, kebijakan kurikulum Kampus Merdeka menimbulkan harapan baru bagi kita semua untuk dapat lebih berkreasi guna mewujudkan visi misi tujuan yang ingin dicapai, namun disisi lain masih perlu pengkajian lebih mendalam dalam peng-implementasiannya, karena banyak menimbulkan banyak kendala dalam opersionalnya di perguruan tinggi.

Menurutnya, kondisi yang terjadi saat ini seolah-olah suatu hal yang sifatnya kontradiktif dan kontra produktif. Kebijakan merdeka belajar kampus merdeka (MBKM) memberikan kebebasan yang luas kepada Perguruan Tinggi dan mahasiswa untuk menempuh pendidikan sesuai dengan keinginan yang di capai, dimana mahasiswa dapat menempuh pendidikannya diluar program studi bahkan diluar perguruan tinggi, tapi disisi lain Pandemi Covid-19 ini mengharuskan kita untuk diam dan dirumah saja dengan segala keterbatasan dan protokol yang ketat.

Ia menambahkan, saat ini terjadi dua tantangan besar yang datang secara beriringan. Pertama terjadinya pandemi COVID-19 dan Kedua berlakunya Kebijakan Kampus Merdeka. Kebijakan Kampus Merdeka merupakan gebrakan baru yang dilakukan Menteri Ristek & Dikbud, yang menyasar seluruh level pendidikan. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan dapat berbentuk magang, proyek desa, mengajar sekolah, pertukaran pelajar, penelitian, kegiatan wirausaha, proyek independen dan proyek kemanusiaan.

Sementara itu disisi lain, pada masa pandemi covid-19 seperti ini, proses pembelajaran juga dialihkan dari tatap muka ke online atau elearning selama masa pandemi belum berakhir. Dua hal yang menarik perlu kita kaji lebih dalam, yaitu dilihat dari aspek kesempatan dan risiko untuk perguruan tinggi yang terdampak pandemi.
1. Pertama, ada kesempatan yang bisa diambil, yaitu Perguruan Tinggi bisa mengembangkan pembelajaran jauh dengan menerapkan pembelajaran berbasis aplikasi online dan web yang dibuat oleh pemerintah, teknologi sekolah atau google.
2. Kedua, ada risiko yang harus dihadapi, yaitu seberapa jauh kualitas pembelajaran jarak jauh berbasis aplikasi online dan web yang efektif dan efisien serta tidak membosankan serta mudah dijangkau oleh para mahasiswa baik di pedesaan atau perkotaan.

Persoalan ini hendaknya menjadi pertimbangan bagi pemerintah dan Majelis Dikti & Litbang untuk segera menyusun regulasi yang jelas, berdasarkan beberapa pertimbangan kondisi perguruan tinggi yang tidak sama kualitas dan kuantitasnya. Tanpa adanya tata aturan yang jelas dan kesepahaman visi antara Kemendikbud dengan kementerian lainnya, maka kebijakan Menteri Ristek & Dikbud ini dirasa hanya bagus secara aturan tetapi akan memunculkan persoalan dan kendala pada tataran implementatif di lapangan.

Editor: Rianza Putra